Pembelajaran Jarak Jauh: Ancaman Lahirnya Generasi Kerdil
Setelah berlangsungnya penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama masa pandemi Covid-19, banyak pihak yang mencurahkan isi hatinya tentang tantangan-tantangan yang dihadapi selama PJJ.
Siswa yang mengeluh karena banyaknya tugas, orang tua yang merasa tertekan karena mengajari anaknya banyak mata pelajaran yang tak semuanya ia kuasai, dan tak terkecuali – para tenaga pendidik yang kewalahan mengurus tingkah laku ajaib siswa-siswa mereka selama PJJ.
Pelaksanaan PJJ dalam jangka waktu panjang sebenarnya adalah sebuah ancaman bagi negara ini. Dalam Webinar yang diadakan oleh Kemdikbud pada tanggal 15 Agustus 2020, Bapak Jumeri, Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Menengah, menyatakan ada tiga ancaman yang disebabkan oleh PJJ, yakni:
1. Loss of Learning (Kehilangan Hasil Belajar)
PJJ pada dasarnya merupakan pembelajaran yang tidak dapat dikatakan efektif, mengingat canggihnya teknologi di era ini, anak dapat dengan mudah mendapatkan jawaban-jawaban soal tanpa harus belajar atau mengerjakan. Ini dapat memicu loss of learning pada siswa.
2. Poverty of Learning (Kemiskinan Hasil Belajar)
Ketidakefektifan pembelajaran juga dapat membuat siswa tidak mendapatkan banyak “input” pengetahuan, hal ini yang akan menyebabkan siswa mengalami poverty of learning.
3. Stunting of Learning (Kekerdilan Hasil Belajar)
Selama proses PJJ, guru tidak dapat memantau siswa secara langsung. Guru tidak dapat mengukur sikap, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan siswa secara efektif. Jika siswa tidak mendapatkan bimbingan dari keluarga atau masyarakat sekitar selama PJJ berlangsung, maka bukan tidak mungkin stunting of learning dapat terjadi.
Dampak Negatif PJJ yang berkepanjangan. |
Ketiga ancaman ini bisa dicegah dan diminimalisir jika terdapat sinergitas antar Tripusat Pendidikan. Adapun Tripusat Pendidikan yang dimaksud adalah:
Terdapat tiga prinsip Tender of Tender yang dapat diterapkan agar guru dapat menjadi guru penggerak selama masa PJJ ini, yakni: (1) Peningkatan kompetensi guru, (2) Pembuatan modul, dan (3) Penyederhanaan kurikulum. Kelompok Kerja Guru (KKG) Tasikmalaya adalah salah satu KKG yang dapat dijadikan panutan, karena mengadakan kegiatan pelatihan pada masa pandemi ini demi meningkatkan efektivitas PJJ.
Orang Tua
Selama ini, orang tua seringkali menganggap “sekolah” adalah tempat menitipkan anak untuk dididik. Orang tua kurang berkomunikasi dengan pihak sekolah mengenai perkembangan anak, sehingga ketika PJJ diberlakukan, banyak orang tua yang kewalahan. Orang tua pada realitanya merupakan salah satu bagian tripusat pendidikan yang penting. Dalam masa PJJ ini, orang tua harus dapat menjadi motivator anak untuk belajar, sekaligus pengawas sikap anak.
Masyarakat
Masyarakat dapat membantu mewujudkan PJJ yang berkualitas dengan membangun suasana lingkungan yang mendukung jalannya PJJ. Desa Sepakung, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, misalnya. Desa tersebut merupakan salah satu desa digital di Indonesia. Mereka menyediakan akses internet gratis bagi seluruh anak sekolah untuk kelancaran PJJ.
Masyarakat sejatinya tak perlu takut melewati kewenangan jika membuat inovasi dan gerakan-gerakan baru yang dapat membantu menyelesaikan problematika yang ada.
Komentar
Posting Komentar